Pemerintah ditahun 2016 ini merekrut 7.000 guru dalam program Guru Garis Depan (GGD), yang akan ditempatkan di 93 kabupaten di daerah daerah yang tertinggal, terdepan, dan terluar (3T) yang tersebar di 28 provinsi. Jumlah tersebut meningkat sangat drastis dibandingkan dengan program GGD tahun 2015 yang mengirimkan 798 orang guru. Nota kesepahaman antara Kemendikbud dengan bupati-bupati yang daerahnya akan ditempatkan guru GGD ini telah ditandatangani di Hotel Sahid Jakarta, Jumat (13/5/2016).
Didik Suhardi, Sekretaris Jenderal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), menandatangani nota kesepahaman tentang pengangkatan calon pegawai negeri sipil (CPNS) untuk guru-guru yang diterima dalam program GGD bersama para bupati yang daerahnya akan menerima mereka. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Anies Baswedan turut hadir untuk menyaksikan penandatanganan nota kesepahaman tersebut. Diantara bupati yang hadir dalam acara tersebut yaitu Bupati Sorong Provinsi Papua Barat, Bupati Nias Provinsi Sumatera Utara, Bupati Kupang Provinsi Nusa Tenggara Timur, Bupati kabupaten Bengkalis Provinsi Riau, dan lain-lain.
Mendikbud Anies Baswedan meminta para bupati untuk menerima para guru garis depan yang akan mengabdi di daerah mereka dengan tangan terbuka dan memandang mereka lebih dari sekedar tambahan pegawai. Jangan sekedar menganggap mereka adalah pegawai baru atau angka statistik dalam daftar kepegawaian, tetapi pandang mereka sebagai promotor dari perubahan di daerah, kata Anies.
Didik Suhardi, Sekretaris Jenderal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), menandatangani nota kesepahaman tentang pengangkatan calon pegawai negeri sipil (CPNS) untuk guru-guru yang diterima dalam program GGD bersama para bupati yang daerahnya akan menerima mereka. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Anies Baswedan turut hadir untuk menyaksikan penandatanganan nota kesepahaman tersebut. Diantara bupati yang hadir dalam acara tersebut yaitu Bupati Sorong Provinsi Papua Barat, Bupati Nias Provinsi Sumatera Utara, Bupati Kupang Provinsi Nusa Tenggara Timur, Bupati kabupaten Bengkalis Provinsi Riau, dan lain-lain.
Mendikbud Anies Baswedan meminta para bupati untuk menerima para guru garis depan yang akan mengabdi di daerah mereka dengan tangan terbuka dan memandang mereka lebih dari sekedar tambahan pegawai. Jangan sekedar menganggap mereka adalah pegawai baru atau angka statistik dalam daftar kepegawaian, tetapi pandang mereka sebagai promotor dari perubahan di daerah, kata Anies.
![]() |
Sumber: www.kemendikbud.go.id |
Anies berharap para guru garis depan yang akan datang ke daerah 3T tersebut tidak hanya sekedar mengajar, namun juga harus menginspirasi dan menjadi agen perubahan. Yang sekarang kita butuhkan guru-guru yang datang ke sana untuk mengajar, mendidik, dan menginspirasi. Jangan berpikir hanya menjadi guru. Namanya menjadi guru tetapi perannya sebagai inspirator, kata penggagas Program Indonesia Mengajar tersebut.
Lebih jauh Anies melihat program GGD ini tidak hanya sekedar pemenuhan kebutuhan guru di daerah 3T, tetapi juga seperti merajut kembali tenun kebangsaan. Jadi bukan sekedar dari tempat yang sama (mengajar) ke tempat yang sama, tetapi membuat tenun menjadi satu. Kita semua termasuk yang beruntung karena kita berinteraksi dengan ragam etnik dan budaya, tetapi jutaan orang Indonesia lain yang tidak pernah berinteraksi, kata Mendikbud.
Anies mengakui bahwa guru-guru yang akan dikirim ke daerah 3T memang memiliki kendala yang sangat berat seperti medan, ketersediaan listrik dan infrastuktur yang menantang. Akan tetapi, Anies berpesan bahwa guru-guru tersebut harus berperan dalam mencerdaskan generasi muda dan berperan menjadi agen perubahan, sehingga tugas mulia tersebut harus diemban dengan amanah. Dulu di awal kemerdekaan, para mahasiswa dengan sukarela dikirim ke daerah tertinggal untuk mengajar di sekolah-sekolah yang belum ada gurunya, itu menjadi contoh untuk generasi sekarang, pungkas Anies.
Lebih jauh Anies melihat program GGD ini tidak hanya sekedar pemenuhan kebutuhan guru di daerah 3T, tetapi juga seperti merajut kembali tenun kebangsaan. Jadi bukan sekedar dari tempat yang sama (mengajar) ke tempat yang sama, tetapi membuat tenun menjadi satu. Kita semua termasuk yang beruntung karena kita berinteraksi dengan ragam etnik dan budaya, tetapi jutaan orang Indonesia lain yang tidak pernah berinteraksi, kata Mendikbud.
Anies mengakui bahwa guru-guru yang akan dikirim ke daerah 3T memang memiliki kendala yang sangat berat seperti medan, ketersediaan listrik dan infrastuktur yang menantang. Akan tetapi, Anies berpesan bahwa guru-guru tersebut harus berperan dalam mencerdaskan generasi muda dan berperan menjadi agen perubahan, sehingga tugas mulia tersebut harus diemban dengan amanah. Dulu di awal kemerdekaan, para mahasiswa dengan sukarela dikirim ke daerah tertinggal untuk mengajar di sekolah-sekolah yang belum ada gurunya, itu menjadi contoh untuk generasi sekarang, pungkas Anies.
Sumber: www.kemendikbud.go.id